PPP Kota Bekasi Butuh Figur Pemimpin Dan Regenerasi Baru

PPP Kota Bekasi Butuh Figur Pemimpin Dan Regenerasi Baru

Setelah lebih dari lima dekade eksis dalam panggung politik Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kini seperti orang tua yang kehabisan napas di tengah lomba lari demokrasi.

Pemilu 2024 menjadi tamparan keras: partai Islam warisan fusi masa Orde Baru itu gagal lolos ke DPR RI, hanya meraih 3,87 persen suara. Di bawah ambang batas. Di luar Senayan.

Di Kota Bekasi, PPP Stagnan hanya meraih dua kursi, peraihan suara partai juga turun.

Namun ini bukan sekadar cerita tentang kehilangan kursi atau turunnya perolehan kursi. Ini tentang gagalnya regenerasi, tentang partai yang terus-menerus menua tanpa sempat melahirkan anak-anak ideologisnya yang baru.

Sebagian orang menuding kekalahan PPP karena logistik yang kurang, manuver elite yang lambat, atau blunder dalam menentukan sikap Capres.

Tapi kita tidak bisa menutup mata pada fakta paling mendasar: PPP menua tanpa kader muda yang relevan.

“PPP seolah hidup dari memori masa lalu, bukan dari gagasan masa depan. Regenerasinya mandek, stagnan, dan minim tokoh muda yang menonjol,” Kata Pengamat Politik, Syahrul Ramdhan

Bandingkan dengan partai seperti PSI yang mungkin belum matang secara organisasi, tapi secara wajah dan pendekatan komunikasi berhasil menarik atensi anak muda.

PPP justru tampak asing di ruang-ruang media sosial. Terlalu formal, terlalu kaku, dan terlalu “bapak-bapak”.

Pertanyaan pentingnya: di mana anak muda PPP? Kalau kita buka laman media sosial partai ini, kita jarang melihat wajah milenial atau Gen Z yang menonjol sebagai ikon.

Kalaupun ada, mereka perlu diberi ruang bicara dalam arah strategis partai.

Sementara itu, partai-partai lain dengan gesit meluncurkan kader muda ke depan panggung.

Lihat bagaimana PKB, atau bagaimana Golkar dan Gerindra berani mendorong tokoh muda sebagai juru bicara utama.

“Partai seperti PPP gagal membentuk lapisan kepemimpinan baru. Mereka tidak punya tokoh muda yang relatable, apalagi kompetitif secara elektoral,” ujarnya.

Ia berpendapat, “Kalau partai hanya diisi wajah-wajah lama, maka secara alami mereka akan kalah narasi. Anak muda tidak melihat masa depan mereka di sana.”

Regenerasi memang bukan cuma penting. Dalam politik, regenerasi adalah survival.
Pemilihan Ketua tingkat Kota Bekasi di PPP yang akan digelar pada 2026 mendatang. Dirinya menganggap agenda tersebut bukan sekadar forum internal partai. Ini bisa menjadi titik tolak regenerasi. Tapi pertanyaannya: apakah PPP berani?


“PPP butuh figur yang segar, bersih, dan bisa bicara ke generasi baru. Kalau tetap mempertahankan model lama, maka Maskot nanti hanya jadi pesta nostalgia.”
PPP harus membuka ruang bagi anak-anak muda—bukan hanya sebagai peserta, tapi sebagai pemegang komando.

Regenerasi tak cukup dengan sekadar mengganti ketua DPC. Harus ada rebranding besar-besaran: dari cara partai bicara, cara partai mendengar, hingga platform perjuangan yang mereka bawa ke publik.

Generasi Z hari ini tidak tertarik dengan jargon “partai Islam” jika tidak disertai program nyata: apakah kamu peduli soal climate change? soal biaya pendidikan? soal lapangan kerja? soal kebebasan berekspresi?

PPP harus hadir dengan solusi, bukan sekadar slogan. Dan itu hanya bisa dilakukan jika partai ini digerakkan oleh generasi baru yang memahami medan tempur hari ini: bukan hanya TPS, tapi juga TikTok, YouTube, dan ruang-ruang virtual lainnya.

Belajar dari PKB dan PKS


PPP bisa belajar dari partai-partai yang sukses melakukan regenerasi. PKB punya banyak tokoh muda dari kalangan santri yang aktif, adaptif, dan atraktif.

“Di Kota Bekasi berhasil meregenerasi kepengurusannya dan berdampak positif dalam perolehan suara partai dan kursi di DPRD Kota Bekasi, ” Ujarnya.

PKS bahkan sukses menghadirkan wajah-wajah baru yang dikenal luas di media sosial.

Mereka sadar, regenerasi bukan sekadar menyegarkan tampilan, tapi membangun jembatan ideologis yang kokoh antara generasi tua dan baru.

Kalau PPP tidak segera ikut dalam gelombang ini, maka akan makin tertinggal.

PPP bukan partai usang. Tapi kalau tidak segera melakukan regenerasi, publik akan menganggapnya demikian. Dan dalam politik, persepsi seringkali lebih menentukan dari realitas.

Pemilu 2029 masih jauh. Tapi kalau regenerasi tidak dimulai dari sekarang, maka lima tahun itu hanya akan menjadi pengulangan dari luka yang sama.

Saatnya PPP berhenti bicara soal masa lalu dan mulai membangun masa depan. Dan masa depan itu, seperti seperti yang kita tahu, milik yang muda

Share this content:

Post Comment